Assalamu alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Sehubungan dengan adanya tindakan pengrusakan gedung SMA Negeri 2
Lapandewa dan 1 unit rumah pribadi milik
warga Lapandewa Makmur atas nama LA SOSI oleh masa warga Masyarakat Adat
Lapandewa Kaindea. Maka dengan ini kami masyarakat adat Lapandewa Kaindea menyampaikan
laporan kronologis kejadian pengrusakan bangunan tersebut agar kiranya
kami mendapat pertimbangan dan
perlindungan hukum adalah sebagai berikut:
1.
Berawal dari adanya
penyerobotan lahan perkebunan tanah milik masyarakat Lapandewa Kaindea oleh masyarakat
Lapandewa Makmur pada tahun 2005. Kemudian adanya pengrusakan tanaman jambu mente
di masing-masing lahan perkebunan kami kemudian jambu diganti dengan tanaman
jati oleh masyarakat Lapandewa Makmur.
Sehingga pada tahun 2010, dengan itikad baik masyarakat adat kami mengundang
tokoh masyarakat Lapandewa Makmur dirumah adat ( galampa ) Lapandewa Kaindea.
Namun sampai pada undangan kami yang ketiga
dalam waktu yang berbeda masyarakat
Lapandewa Makmur tidak pernah
mengindahkan undangan kami tersebut. Sikap yang ditunjukan oleh Lapandewa
Makmur ketika itu sangat menciderai hubungan persaudaraan diantara kami yang
sudah terjalin kokoh selama puluhan atau
ratusan tahun sejak kakek leluhur kami terdahulu.
2.
Bahwa tujuan kami sebagaimana
pada poin satu tersebut adalah agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan
dengan cara adat untuk menemukan solusi yang terbaik antara kami masyarakat
adat Lapandewa Kaindea dengan masyarakat Lapandewa Makmur.
3.
Bahwa sebagai mana tercantum
pada poin satu dan dua tersebut mengalami jalan buntu maka pada tanggal 4
desember tahun 2010 diadakan pertemuan antara masyarakat adat Lapandewa Kaindea dengan Lapandewa Makmur di
kantor camat yang dimediasi oleh pemerintah Kecamatan Lapandewa. Namun pada
pertemuan tersebut Kepala Desa Lapandewa Makmur meminta untuk diadakan sumpah
adat dengan tujuan menentukan tapal batas antara kami Lapandewa Kaindea dengan
Lapandewa Makmur. Padahal batas perkebunan masyarakat Lapandewa Kaindea dengan
Lapandewa Makmur sudah ada sejak jaman dahulu dan diantara kami tidak pernah
saling melewati batas tersebut sebagai mana yang telah ditentukan oleh leluhur
kami terdahulu. Adapun batas perkebunan
antara kami masyarakat adat Lapandewa Kaindea dengan Lapandewa Makmur adalah sebagai
berikut : dari (Cidhu,Wabancahawu, Kadoku,sampai di Katakoa) Batas inilah yang
dipegang oleh kedua desa selama berpuluh bahkan ratusan tahun berdasarkan
kesepakatan antara al marhum Ama La Wunga alias (La Ndege) selaku parabela
Lapandewa Kaindea dan Ama Beu selaku tokoh adat Lapandewa Makmur waktu.
4.
Bahwa atas permintaan Lapandewa
Makmur, kami masyarakat adat Lapandewa Kaindea menyetujui dengan baik
permintaan Lapandewa Makmur untuk diadakan sumpah adat tersebut persoalanya adalah setelah tiba
waktu pelaksanaan sumpah adat dilokasi yang telah ditentukan, tiba-tiba tokoh
adat dari Lapandewa Makmur mengingkari dalam hal ini sudah tidak mau untuk
melaksanakan sumpah adat sehingga pada
saat itu timbul reaksi masyarakat Lapandewa Kaindea mendesak agar sumpah adat segera dilaksanakan.
Sehingga atas desakan masyarakat Lapandewa Kaindea sumpah adatpun dilaksanakan
oleh tokoh adat kedua desa. Pada tahap
ini dapat dilihat sikap Lapandewa makmur kembali mengecewakan Masyarakat
Lapandewa Kaindea. sebab pada awalnya sumpah adat kedua desa
diminta oleh La Sanco (Kepala Desa Lapandewa Makmur) setelah tiba waktu pelaksanaan
sumpah ditempat yang telah ditentukan yakni diwanculepani, tokoh adat Lapandewa
Makmur ingkar dengan dalih bahwa isu sumpah itu atas permintaan dari Lapandewa
kaindea. Padahal waktu itu nyata sekali Kepala Desa Lapandewa Makmur (La Sanco)
yang meminta sumpah adat itu di Kantor Camat dihadapan Camat Lapandewa dan
Kepala Desa Lapandewa Kaindea. Ketika isu permintaan sumpah adat berubah Lapandewa
Kaindea dituduh sebagai yang meminta sumpah adat maka kami anggap adalah bentuk pengkhianatan yang sangat mengecewakan Masyarakat adat Lapandewa
Kaindea. Hal menarik yang perlu kita simak dibalik persoalan sumpah adat adalah
adanya pertemuan yang diadakan diLapandewa Makmur menghadirkan Parabela
Sempa-sempa, Parabela Rongi, Parabela Kaongke-ongkea, Parabela Wasaga,Parabela
Wabula. Pada pertemuan tersebut bertujuan menetapkan tapal batas antara
Lapandewa Kaindea dan Lapandewa Makmur. Padahal pada pertemuan tersebut tidak
dihadiri oleh tokoh adat Lapandewa Kaindea dan Lapandewa Tambunaloko. Camat
Lapandewa Drs La Nihu M.Si mengaku bahwa pertemuan tersebut beliau sempat
hadiri akan tetapi tidak mau menandatangani hasil keputusan musyawarah
tersebut. Pada point akhir tercantum
bahwa apabila Lapandewa Kaindea tidak menyetujui hasil keputusan musyawarah
beberapa Parabela tersebut dalam hal ini penetapan tapal batas antara Lapandewa
Kaindea dan Lapandewa makmur maka akan diadakan sumpah adat. Dengan demikian
setelah sumpah adat dilaksanakan maka keputusan yang dihadiri oleh beberapa
Parabela tersebut dianggap batal dengan sendirinya.
5.
Bahwa lokasi SMA Negeri 2
Lapandewa adalah masuk dalam wilayah ( kadie ) tanah adat Lapandewa Kaindea.
Sesuai dengan pernyataan sumpah adat oleh Tokoh Adat ( Parabela ) Lapandewa
Kaindea saat itu. Yakni sebagaimana yang terdapat pada point tiga diatas.
6.
Bahwa SMA Negeri 2 Lapandewa
dihibahkan oleh masyarakat Lapandewa Makmur ( Sempa-sempa ) bukan masyarakat
Adat Lapandewa Kaindea.
7.
Bahwa sejak dilaksanakan
pembangunan SMA Negeri 2 Lapandewa kami telah melakukan upaya-upaya dalam
bentuk keberatan-keberatan akan tetapi tidak pernah diindahkan walaupun sudah
di Fasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan Lapandewa. Termasuk pernah diusulkan
pembangunan Fasilitas SMA Negeri 2 Lapandewa melalui PNPM-MP tahun anggaran
2011 kamudian usulanya ditolak oleh pengelola Program tersebut karena lokasi
bermasalah.
8.
Bahwa setelah usulan
pembangunan fasislitas SMA Neg.2 Lapandewa melalui Program PNPM-MP Tahun
Anggaran 2011 ditolak oleh pengelolah program karna lokasinya bermasalah.
kemudian muncul pengumuman pada portal LPSE Kabupaten Buton tentang pengadaan
bangunan ruang kelas SMAN 2 Lapandewa pada Tanggal 23 Juli 2012 yang berlokasi
di atas tanah yang masih dalam status sengketa antara masyarakat Adat Lapandewa
Kaindea dengan masyarakat Lapandewa Makmur(SEMPA-SEMPA). Maka pada tanggal 25
Agustus 2012 kami masyarakat adat Lapandewa Kaindea mengirimkan surat
Pernyataan sikap kepada Bapak Bupati Buton dipasarwajo yang intinya adalah kami menolak segala
bentuk upaya usaha atau apapun yang intinya membangun bangunan dilokasi ( Kadie
) yang dikuasai oleh masyarakat adat Lapandewa Kaindea kecuali dihibahkan oleh
masyarakat adat Lapandewa Kaindea secara sadar.
9.
Bahwa menanggapi surat
pernyataan sikap kami tersebut maka pada
tanggal 25 September 2012 pemerintah daerah Kabupaten Buton mengundang kami
masyarakat adat Lapandewa Kaindea dengan Lapandewa Makmur sebagai bentuk
mediasi untuk mencari penyelesaian masalah tersebut.
10.
Adapun hasil pertemuan sebagai
mana pada poin Sembilan diantaranya adalah pembangunan SMA Negeri 2 untuk
sementara dihentikan sambil menunggu putusan pengandilan. Masyarakat adat
lapandewa kaindea disarankan untuk menggugat di pengadilan atas kepemilikan
lokasi tersebut dan diberikan waktu selama satu bulan untuk menyusun gugatan.
Dan apabila selama satu bulan ternyata gugatan Lapandewa Kaindea belum masuk di
pengadilan maka pembangunan akan dilanjutkan. Namun baru kurang lebih satu
minggu berlalu dari pertemuan tersebut pembangunan ternyata telah dilanjutkan.
Kenyataan ini sangat mengecewakan masyarakat Lapandwa Kaindea.
11.
Bahwa setelah dilanjutkanya
pembagunan SMA Negeri 2 tersebut maka pada tanggal 18 Oktober 2012 masyarakat
adat Lapandewa Kaindea kembali mengirimkan pernyataan sikap yang ke dua kepada
Bapak Bupati Buton dipasarwajo yang intinya kami menganggap dengan
dilanjutkanya pembangunan SMA Negeri 2 Lapandewa maka berarti hasil kesimpulan
rapat penyelesaian sengketa lokasi pembangunan SMA Negeri 2 Lapandewa telah
batal dengan sendirinya dengan demikian kami pun tidak akan mengajukan gugatan
Kepengadilan Negeri Pasarwajo sebab kami menganggap bahwa peretemuan yang
dimediasi oleh pemerintah Daerah Kabupaten Buton tidak pernah terjadi.
12.
Bahwa menanggapi pernyataan
sikap kami sebagai mana pada poin sebelas maka kepala Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Buton menjamin bahwa tidak akan dilanjutkan pembangunan
gedung SMA Negeri 2 Lapandewa sebelum sengketa lahan lokasi tersebut
diselesaikan. Namun ternyata pada hari sabtu tanggal 1 Desember 2012 beberapa
warga Lapandewa kaindea kembali menyaksikan pembangunan SMA Negeri 2 Lapandewa dilanjutkan kembali. Oleh karena itu
Masyarakat Adat Lapandewa Kaindea merasa terus dihianati sehingga menimbulkan
emosi warga yang menyebabkan timbulnya tindak pengrusakan terhadap gedung SMA
Negeri 2 Lapandewa tersebut.
13.
Bahwa diantara salah satu
penyebab timbulnya emosi warga Masyarakat Lapandewa Kaindea adalah dengan
terbitnya sertifikat tanah dilokasi SMA Negeri 2 Lapandewa tersebut pada tahun
2012 yang notabene lokasi tersebut masih dalam status sengketa. Lokasi sekolah bermasalah
sejak awal dan semua pihak mulai dari pemerintah daerah, aparat kepolisian,
khususnya Kepala Dinas Pendidikan sudah mengetahuinya sejak
tahun 2011, akan tetapi tiba-tiba terbit sertifikat tanah lokasi SMA N 2
Lapandewa pada tahun 2012. Kekecewaan masyarakat Lapandewa Kaindea makiin dan
tidak terkendali sehingga menimbulkan amukan masa pada hari selasa tanggal 4
Desember 2012 yakni melakukan tindak pengrusakan terhadap kedua bangunan
tersebut.
14.
Bahwa Dasar terhadap adanya
pengrusakan rumah pribadi milik Saudara La Sosi warga Lapandewa Makmur oleh
masyarakat adat Lapandewa kaindea adalah Sejak mulai didirikanya pondasi
bangunan rumah tersebut tokoh adat Lapandewa kaindea ( Sara ) telah melakukan
pemanggilan terhadap Saudara La
Sosi pada tanggal 2 April 2011 yang intinya
adalah tokoh adat Lapandewa Kaindea ( Sara ) menyarankan kepada Saudara La Sosi
agar tidak membangun rumah dilokasi tersebut. Namun Saudara La Sosi bersikeras
untuk tetap mendirikan rumah dilokasi tersebut dan siap menanggung segala
resiko bila terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap bangunan rumah yang
berlokasi berdekatan dengan gedung SMA Negeri 2 Lapandewa tersebut.
15.
Bahwa setelah terjadi tindak
pengrusakan terhadap dua bangunan tersebut maka pada hari jumat tanggal 7 Desember
2012,masyarakat adat Lapandewa Kaindea dan Lapandewa Makmur diundang oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Buton untuk melakukan pertemuan di kantor Bupati
guna mencari solusi penyelesaian atas masalah kasus sengketa lahan pembangunan
SMA N 2 Lapandewa, akan tetapi pada pertemuan yang dihadiri oleh banyak unsur diantaranya
adalah Kasad Brimob Polda Sulawesi Tenggara, Badan Pertanahan Negara,
perwakilan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buton, dan
masih ada yang lain oleh pihak Lapandewa Makmur tidak juga menghadiri undangan
Pemda Kabupaten Buton.
16.
Bahwa pada hari Sabtu tanggal 8
Desember 2012 dalam upaya mengungkap pelaku pengrusakan maka Bapak Kapolres
Buton datang berkunjung di Desa Lapandewa Kaindea, seluruh warga berkumpul dirumah adat (galampa) menyambut
kedatangan Bapak Kapolres Buton dengan baik. Dalam sambutannya ditengah-tengah
masyarakat beliau minta dengan tulus
agar seluruh pelaku menyerahkan diri. Atas permintaan Kapolres seluruh warga
masyarakat menyatakan siap untuk ditangkap. Karena pelaku pengrusakan adalah
seluruh masyarakat Lapandewa Kaindea .Oleh karena itu masyarkat tidak mau kalau
hanya sebahagian warga yang dibawa di kantor polisi. Melihat kondisi ini Bapak
Kapolres Buton dengan penuh rasa bijak memutuskan untuk tidak mengangkut
masyarakat kekantor Polisi. Seluruh warga masyarakat disuruh pulang kerumahnya
masing-masing.
17.
Pada Sabtu malam setelah gagal
mengangkut warga kekantor polisi terjadi aksi penggerebekan oleh aparat
kepolisian terhadap rumah warga masyarakat Lapandewa Kaindea yang tinggal
dibau-bau sebahagian besar mereka adalah mahasiswa dan tukang ojek, malam itu
juga warga masyarakat dibagunkan tengah
malam kemudian dibawa dikantor polisi. Pihak keluarga yang ditahan sampai hari
ini masih disekam oleh perasaan panik, karena kedatangan aparat kepolisian
tengah malam disaat keluarga terlelap tidur. Sudah satu minggu berlalu mereka
masih ditahan dikantor polisi (Polres Buton) Pasarwajo.
18.
Aksi penahanan beberapa orang
warga masyarakat Lapandewa Kaindea oleh aparat kepolisian tidak diterimah seluruh
warga masyarakat Lapandewa Kaindea karena disamping cara penangkapnnya yang
tidak procedural juga karena gerakan ini dibangun atas keinginan bersama
seluruh warga masyarakat Lapandewa Kaindea. Oleh karena itu kalau ingin melakukan
aksi penangkapan mestinya seluruh warga masyarakat harus ditahan karena semua
bertanggung jawab atas pengrusakan bangunan sekolah dan rumah pribadi La Sosi
terserbut.
19.
Harapan masyarakat Lapandewa
Kaindea kepada pemerintah daerah kabupaten buton adalah agar masalah ini dapat
disikapi dengan cara bijak dan adil jangan hanya melihat aksi pengrusakan akan
tetapi juga melihat sumbernya kenapa aksi pengrusakan itu terjadi. Dalam hal
ini sudah ditahu lokasi itu bermasalah tetapi kenapa tetap dipaksakan didirikan
dilokasi yang masih dalam status sengketa.
20.
Dalam kondisi yang belum
kondusif dirasakan oleh masyarakat
Lapandewa Kaindea karena menuai beberapa kali dikhianati dan dizalimi oleh
masyarakat Lapandewa Makmur tiba-tiba muncul sertifikat tanah dilokasi tanah
adat yang disengekatan. Sertifikat tersebut atas nama Pemerintah Daerah cq
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Buton. Tanah adat yang
masih dalam sengketa tiba-tiba
disertifikatkan .Oleh karena itu supaya masalah ini tidak berlarut-larut maka
harus segera diselesaikan dalam waktu secepatnya untuk dapat memberikan rasa
keadilan kepada warga masyarakat Lapandewa Kaindea. Kalau tidak maka ini jelas
akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan karena menyangkut pengkebirian
hak-hak dan kehormatan adat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buton. Khususnya
yang semenatara ini ditahan agar segera dikembalikan sehingga dapat bertemu
dengan keluarganya.
Demikian Surat Laporan Kronologis tindak pengrusakan gedung
SMA N 2 Lapandewa oleh masyarakat Lapandewa Kaindea, besar harapan kami untuk
ditanggapi dengan sebaik-bainya agar kiranya kami mendapatkan PERLINDUNGAN
HUKUM dan atas perkenan bapak kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Mohon kritik....
ReplyDeletesaya dari lapandewa makmur....
bahwa apa yang dipaparkan diatas tidak semua benar sebetulnya orang kaindea itu bukanlah dari lapandewa melainkan dari kodamano.. mereka itu hanya disuruh oleh masyarakat lapandewa pada saat itu untuk menjaga kaindea... karena pada saat itu orang kodamano datang kkampung kami memohon tinggal dikampung kami... sehingga orang tua kami beritikad baik untuk membantu mereka. maka disuruhlah mereka untuk menjaga kaindea milik kami...
saya rasa secara hukum sebenar apapun orang kaindea mereka tetap bersalah karena mereka telah melakukan pengrusakan dan penganiayaan terhadap orang lapandewa makmur...
mereka itu sama halnya dengan pki...
Saya warga sempa sempa ,,kalo seperti itu kronologisnya knpa rumah saya yg di samarinda mau dibakar ,,kalo saja kami tidak lapor polisi mungkin rumah saya disini sdh habis terbakar,,sampai kapanpun saya tidak ikhlas dunia akhirat ,,,
ReplyDeleteSaya dari kaongkeongkea, dan saya pernah mendengar maslah itu, dan penyelsaian masalah tersebut telah diadakan pertemuan beberapa parabela,dari suku lapandewa yang tergabung dalam kadie Pale Matanaeo,,
ReplyDeleteCerita di atas itu gak benar.
ReplyDeleteOrang lapandewa kaindea itu layaknya orang israel yg datang memohon untuk tinggal di tanah orang lalu waktu telah berlalu mereka udah mulai mengaku kalau tanah itu milik nenek/tete moyang mereka(leluhur)